Selasa, 09 Juni 2015

Sujud Tidak Boleh Sama Dengan Duduknya Onta



Membutuhkan pembahasan tersendiri dalam menyikapi pertanyaan ini, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang kita turun ke sujud sebagaimana turunnya onta. Yakni beliau melarang kita menyerupai keadaan sifat dan turunnya onta. Sedangkan sifat turunnya onta sebagaimana telah disaksikan oleh manusia adalah di mulai dari bagian anggota badannya yang depan turun lebih dahulu kemudian yang belakang.


Rasulullah saat hendak melakukan sujud, meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya. Setelah meletakkan kedua lutut, beliau kemudian meletakkan kedua tangan, lalu kening, lalu hidung.

Itulah tuntunan sujud yang benar, yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh Syarik, dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wa`il bin Hajar. Wa`il mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ketika hendak sujud, maka beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya. Dan ketika beliau bangkit, maka beliau mengangkat kedua tangan sebelum mengangkat kedua lututnya. Dalam soal sujud ini, tak ada yang meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan keterangan tersebut.

Adapun hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi,

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ, فَلاَ يَبْرُكُ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيْرُ, وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ

قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ


"Apabila salah seorang di antara kalian melakukan sujud, maka janganlah ia mendekam sebagaimana mendekamnya seekor unta (maksudnya melakukan gerakan seperti gerakan mendekamnya unta) dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum meletakkan kedua lututnya.”

Hadits ini –wallahu a’lam- terdapat wahm (kesalahan) dari beberapa perawinya. Bagian awal redaksi hadits tersebut bertolak belakang dengan bagian akhirnya. Karena jika seseorang meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum meletakkan kedua lututnya, berarti dia telah mendekam seperti mendekamnya onta. Dalam kenyataannya, unta ketika mendekam kedua tangannya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu, baru kedua lututnya (kaki belakangnya –ed.).

Setelah mendapat penjelasan tentang kenyataan gerak mendekamnya unta itu, orang-orang yang berpegang kukuh pada kebenaran redaksi hadits di atas lantas membuat alasan bahwa yang dimaksud kedua lutut unta itu sebenarnya adalah kedua kaki depannya bukan kaki belakangnya. Unta ketika sedang mendekam, maka ia pertama kali meletakkan kedua lututnya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu. Dan inilah yang dilarang dalam sujud.
 
Ada yang mengatakan dalam sebuah hadits “…..dan hendaklah dia meletakkan kedua tangannya (turun dengan kedua tangannya lebih dulu) sebelum kedua lututnya “.
Lafazhnya terbalik. Hal ini disebabkan kekeliruan dari sebagian rawi hadits, sehingga terjadilah kontradiksi (pertentangan) di dalam hadits ini antara bagian pertama dengan bagian kedua.
Andaikata penjelasan hadits yang mereka utarakan itu benar, maka mestinya redaksi haditsnya berbunyi, “Maka hendaklah orang yang shalat mendekam sebagaimana mendekamnya unta.” Yang pertama kali menyentuh tanah adalah kedua tangan (kaki depan –ed.) unta. Di sinilah inti masalah ini
Maka terjadilah pertentangan yang tidak mungkin jama’!
Karena kalau kita turun ke sujud dengan kedua tangan lebih dulu, maka tidak ada ragu lagi, turunnya kita telah menyerupai keadaan dan sifat turunnya onta. Seperti yang saya kataka sebelum ini, apakah ketika kita turun ke sujud dengan tangan atau kaki lebih dulu tidak jadi masalah dan sama saja, karena yang terpenting atau yang menjadi asas (dasar) dari maksud hadits adalah larangan menyerupai sifat turunnya onta.
Maka dari itu sebagian muhaqqiq dengan tegas mengatakan, tidak ragu lagi bahwa bagian kedua dari hadits lafazhnya terbalik atau maqlub dalam istilah hadits, yang seharusnya lafazhnya demikian:
“….dan hendaklah dia meletakkan kedua lututnya (turun dengan kedua lututnya terlebih dulu) sebelum kedua tangannya “.

Ketika unta mendekam, ia meletakkan kedua tangannya (kaki depan –ed.) terlebih dahulu. Sedangkan kedua kakinya (kaki belakang -ed.) masih berdiri tegak. Ketika unta hendak bangkit, maka ia akan bangkit dengan kedua kakinya terlebih dahulu, sedang kedua tangannya masih berada di tanah. Inilah sebenarnya yang dilarang oleh Rasulullah dalam melakukan sujud.

Intinya, ketika hendak sujud maka harus menjatuhkan anggota badan yang paling dekat dengan tanah, kemudian anggota badan yang lebih dekat dengan anggota badan yang pertama. Ketika hendak bangkit, maka yang pertama kali diangkat adalah anggota badan yang paling atas.

Rasulullah ketika hendak sujud, pertama beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, kemudian kedua tangannya, setelah itu keningnya. Saat bangkit dari sujud, beliau mengangkat kepala lebih dulu, lalu kedua tangannya, dan setelah itu baru kedua lututnya.

Gerakan seperti ini berbeda dengan gerak mendekam yang dilakukan unta. Rasulullah amat melarang umatnya melakukan gerakan shalat yang menyerupai gerakan suatu jenis binatang. Misalnya, beliau melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, melarang berpindah-pindah sebagaimana berpindahnya serigala, melarang duduk dengan membentangkan kaki sebagaimana yang dilakukan binatang buas, melarang berjongkok sebagaimana berjongkoknya seekor anjing, melarang menekuk jari yang sampai berbunyi sebagaimana yang dilakukan gagak, dan melarang mengangkat tangan ketika salam sebagaimana gerakan ekor kuda terhadap matahari. Yang jelas, tuntunan gerakan shalat itu sangat berbeda dengan gerakan aneka jenis binatang.

 Yaitu bahwa bagi siapa saja yang mau memikirkan tentang mendekamnya unta, dan ia mengerti bahwa Rasulullah melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, maka orang tersebut akan yakin bahwa hadits Wa`il bin Hajar adalah yang benar. Wallahu A’lam.

Menurut saya, dalam hadits Abu Hurairah di atas telah terjadi pembalikan (kesalahan) redaksi haditsnya oleh sebagian perawi hadits. Barangkali saja redaksi hadits yang benar adalah, “Dan hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya.”

1 komentar: